Tugas DDP “Fiksi”
Perbincangan di Lobi
Ketukan suara high heels terdengar
sayup-sayup dari kejauhan. Lama-lama ketukan langkah itu semakin terdengar
jelas dan dekat. Tak lama pintu otomatis terbuka dengan sendirinya. Ia berjalan
kaki memasuki lobi dengan sikap tenang. Sikapnya memang tenang, wajahnya pun
terlihat tenang, namun di balik ketenangannya aku tahu ia sedang menyimpan
kegusaran yang luar biasa. Andai ia melepaskan kacamata hitamnya, pasti
terlihat jelas kelopak mata yang membengkak. Ya, aku sangat paham bahwa ia
telah menghabiskan berlembar-lembar tisu untuk menghapus air matanya yang
mengalir tak terbendung pada malam-malam sebelumnya.
Sejak awal masuk lobi, ia terlihat seperti mencari-cari seseorang. Saat ia
menatapku sekilas, matanya masih saja beralih mengitari pandangan ke seluruh
sudut lobi. Tak lama ia menghentikan pencariannya secara mendadak dan melihat
lagi ke arahku, menurunkan kacamatanya setengah sembari menyipitkan mata.
Mukanya terlihat terkejut namun masih tidak yakin akan siapa yang dilihatnya. Kulihat
ia menarik napas sekali dan dengan agak ragu ia berjalan menghampiriku. “Maaf,
Amanda?”, tanyanya. Aku tersenyum dan menjawab, “Tentu saja, lama tak bertemu,
kau lupa dengan tahi lalat di bawah hidungku?”. Tiba-tiba, dengan muka
sumringah ia langsung memelukku dengan erat sekali sampai sesak nafasku.
Setelah aku agak terbatuk-batuk, ia baru melepaskan pelukannya sembari meminta
maaf karena telah membuatku sesak. Aku hanya tersenyum menandakan bahwa aku tidak
mempermasalahkannya.
Setelah kusuruh ia duduk bersamaku di salah satu sudut lobi, ia langsung
menceritakan banyak hal kepadaku. Dari dulu aku suka caranya bercerita yang
sangat menggebu-gebu dengan kemasan kata-kata yang menarik dan kocak. Tak salah
jika ia menjadi pembawa acara salah satu acara gosip pada stasiun televisi
swasta. Kesuksesannya inilah yang membuatnya sibuk dan tak sempat bertemu
dengan sahabat-sahabatnya, salah satunya aku. Ia masih saja terus bercerita
sampai tiba-tiba ia menepuk jidatnya dan mengatakan bahwa ia ada janji dengan
seseorang. Ia ada janji dengan seorang wartawan. Kutanya saja siapa nama
wartawan itu dan dengan segera ia mencari-cari di telepon genggamnya. “Emm
namanya Amanda Juana.”, jawabnya. Aku diam menunggu respon darinya. Tak lama
bola matanya membesar karena terkejut dan meminta maaf karena tidak sadar bahwa
wartawan yang dimaksud adalah aku, ia mengira namanya hanya mirip denganku.
Raut wajahnya berubah menjadi tak seceria sebelumnya. Inilah raut wajah asli
yang sedari tadi ia tutupi. “Kau sudah tahu semuanya?”. “Belum..”, jawabku,
“inilah mengapa aku datang kemari untuk menemuimu. Maaf Ris, jika bukan karena
pekerjaan aku juga tidak tega menanyakannya padamu.”. Aku sungguh merasa tak
enak hati, namun ia tersenyum maklum.
Hening, aku merasa tak enak hati untuk memulai percakapan, tepatnya memulai
wawancara. Ia juga masih terdiam mengumpulkan energi untuk menjawab pertanyaan
dariku. Aku masih saja merasa tak enak dan ia pun membuka pembicaraan. “Sudah,
santai saja. Anggap saja ini hanya sekadar curhatan sebagai sahabat, tanyakan
saja apa yang ingin kau ketahui.”, ia berusaha tersenyum. Berbeda ceritanya
jika saat ini ia dan aku sedang saling curhat di dalam sebuah kamar sambil
mengunyah makanan ringan seperti zaman SMA dulu. Curhatan zaman SMA diceritakan
untuk saling dijaga rahasianya. Sedangkan ini, aku harus memuatnya ke dalam
sebuah surat kabar sebagai topik utama secara profesional. Isi surat kabar
tidak akan menjadi rahasia pribadi namun menjadi rahasia umum yang dapat
mencoreng nama orang yang dimuat di dalamnya.
Dengan memaksakan diri dan setelah meyakinkan diri bahwa aku harus menerima
segala resiko yang ada saat menjadi wartawan, aku pun membuka pertanyaan
pertama dengan berjanji bahwa aku tidak akan memaksakan pertanyaan yang terlalu
pribadi. Kita sepakat dan ia menceritakan segalanya mengapa ia tak sengaja terkena
pelecehan seksual sampai membuatnya berbadan dua. Tak terasa di tengah
wawancara, air mataku mengalir mendengar ceritanya, Aristya Dewi.
NB: harap maklum ya, masih latian nulis, hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar